Kisah jelas – Pada setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada), isu politik uang selalu menjadi sorotan utama. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama dengan regulasi yang ada memainkan peran krusial dalam memastikan keadilan dan integritas dalam proses demokrasi ini.
Menurut Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam pilkada, baik pemberi maupun penerima politik uang berpotensi untuk dipidana. Hal ini sejalan dengan pasal 73 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang secara tegas mengatur larangan terhadap praktik politik uang.
“Baca juga: Marshel Widianto Optimis dan Siap Maju”
Lolly Suhenty menjelaskan bahwa ketentuan mengenai politik uang dalam pilkada tertuang dengan jelas dalam undang-undang. Pasal 73 ayat (4) menyebutkan larangan bagi calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, relawan, dan pihak lain untuk memberikan atau menjanjikan uang atau materi lainnya, sebagai imbalan dengan tujuan mempengaruhi pemilih.
Sanksi terhadap pelanggaran politik uang dalam pilkada sangat berat, sebagaimana diatur dalam pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Setiap pelaku yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum tersebut dapat dikenakan pidana penjara mulai dari 36 bulan hingga 72 bulan. Ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
“Simak juga: PPP Bangga Sandiaga Uno Dilirik Partai Lain untuk Maju Pilkada”
Perlindungan terhadap hak pilih warga negara Indonesia merupakan salah satu poin utama yang dijaga melalui larangan politik uang ini. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya pengaruh yang tidak sehat terhadap proses demokrasi. Seperti mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau menggunakan hak pilih dengan cara yang tidak sah.
Dengan adanya regulasi yang ketat dan sanksi yang tegas terhadap politik uang dalam pilkada. Diharapkan integritas dan keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah dapat terus terjaga. Bawaslu, sebagai lembaga pengawas independen, terus berperan aktif dalam memantau dan menindak pelanggaran yang terjadi. Sehingga proses demokrasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis yang sehat.